Kebudayaan Kereta api
Pada kali ini saya akan coba bercerita tentang kebudayaan kereta api, tetapi tidak terlalu banyak saya akan membahasnya, karena saya pun belum begitu paham tentang kebudayaan kereta api. Mula-mula saya ingin bercerita kebudayaan kereta api.
Saya kuliah di Universitas Gunadarma dan rumah saya lumyan jauh untuk sampai ke kampus karena rumah saya berada di bogor sedang kan UG ada di depok, maka dari itu saya mencoba naik kereta api, disitu lah saya melihat banyak orang-orang yang aneh.
Setelah sekian lama saya berlanggan menggunakan kereta api dari bogor-depok dan pulang lagi ke depok-bogor, saya melihat hal-hal yang menarik dan hal-hal yang aneh pula disitu juga saya melihat ada kebuadayaan nya juga seperti :
Pada waktu itu itu saya naek Ac Economi, tapi masih banyak saja orang-orang yang tidak membeli tiket, apakah itu yang di namakan kebudayaan kereta api? Saya pun sedikit heran dengan semua itu. Apa lagi kereta Economi rata orang-orang nya tidak membeli tiket lebih parah dari Ac economi.
Di economi banyak sekali tukang jualan,pengemis,pengamen,orang buta, dll. Saya di situ melihat apakah pengemis ini benar-benar pengemis? Dari omongan nya saja di seperti berbohong, masih mending pengamen yang menggunakan gitar nya dan alat-alat lainnya karena lumayan sedikit menghibur saat di dalam kereta tapi itu pun kalau kereta apinya di ramai, kalau ramai sedikit menggangu karena lapak untuk berdiri sangat susah dan berdesak-desakan.
Ada juga di economi orang-orang yang suka naek di atas kereta api, memang di dalam gerbong itu sangat padat sekali tapi kenapa orang-orang memaksakan diri naek di atas, itu bisa membahayakan diri sendiri dan resiko nya pun nyawa.
Pada saat itu banyak kejadian di kereta api, misalnya pada aktu itu di UI ada orang tersengat listrik pada saat dia naek di atas kereta ada juga yang tertabrak, kalau yg tertabrak kerata api banyak sekali lah dan juga banyak kejadiaan seperti copet dan jabret.
Ada juga Tips naek kereta api :
NAIK kereta api Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) laksana masuk hutan belantara, apalagi jika Anda orang baru. Petunjuk serba tidak jelas mulai dari gerbang stasiun, peron, hingga di dalam kereta api. Bagaimana caranya agar Anda tidak bingung atau malah tersesat karena naik kereta yang salah atau turun di stasiun yang salah? Simak tips berikut.
1. Stasiun umumnya minim petunjuk arah. Jika Anda merasa kehilangan orientasi karena Anda orang baru, pastikan dulu orintasi Anda. Sekarang ini di setiap stasiun banyak petugas. Tanyakan pada mereka, misalnya, di mana letak loket untuk membeli tiket, toilet, atau posisi peron menuju ke stasiun tujuan Anda.
2. Jika Anda berencana jadi pengguna tetap jasa kereta api, di stasiun biasanya ada jadwal. Catatlah jadwal itu. Namun pastikan bahwa itu merupakan jadwal terbaru yang berlaku. Sebab seringkali jadwal yang tertera di kaca atau papan pengumuman stasiun berbeda dengan praktek yang sedang berjalan.
3. Kereta sering tidak tepat waktu tetapi tidak pernah mendahului jadwal. Jika Anda tahu jadwal keberangkatan, datanglah beberapa menit sebelum jadwal keberangkatan. Kalau kereta terlambat, itu sudah menjadi nasib Anda.
4. Belilah tiket. Di dalam kereta, terutama kereta ekspres dan ekonomi AC, selalu ada pemeriksaan tiket. Jika tidak punya tiket Anda diharuskan bayar denda yang nilainya berlipat dan Anda akan dipeloti orang satu gerbong.
5. Ada tiga jenis kereta rel listrik (KRL) yang beroperasi di Jabotabek yaitu kereta ekspres, ekonomi AC, dan ekonomi non-AC. Pastikan jenis kereta yang Anda dipilih sesuai dengan yang tertera di tiket dan jangan salah naik kereta. Salah naik kereta Anda akan tetap didenda, kecuali jika Anda beli tiket kereta ekspres lalu Anda naik kereta ekonomi.
6. Jika lupa beli tiket atau terpaksa tidak beli karena Anda tidak sempat, saat membayar denda atau tiket suplisi mintalah bukti pembayaran.
7. Tiket jangan dibuang ketika masih di atas kereta karena saat keluar dari stasiun tiket akan diperiksa petugas.
8. Di dalam kereta tidak ada pentujuk tentang stasiun-stasiun yang akan dilewati. Jika Anda belum mengenal stasiun tujuan, bertanyalah kepada orang di kiri-kanan Anda.
9. Kereta, terutama kereta ekonomi non-AC, rawan copet. Jika membawa tas atau barang berharga, pastikan itu selalu dalam pengawasan.
10. Di sejumlah stasiun yang padat penumpang seperti di Stasiun Tanah Abang, Stasiun Sudirman, dan Kota, calon penumpang biasanya berebut masuk, apalagi kalau tampak banyak kursi kosong. Aksi berebut sering makan korban. Calon penumpang jatuh atau terjungkal bahkan sampai ada yang patah kaki dan tangan. Pastikan Anda tidak berada dipusaran orang-orang yang berebut. Berdirilah agak menjauh dari pintu kereta ketika melihat gelagat orang akan berebut masuk.
11. Pada jam-jam padat penumpang, agar mendapat tempat duduk, sejumlah orang naik kereta yang berlawan dengan arah tujuan. Misalnya, penumpang kereta api tujuan Bogor di Stasiun Sudirman akan naik kereta itu di Sudirman saat kereta masih menuju ke Tanah Abang.
Naik kereta api tut-tut-tut siapa apa hendak turut
Kebandung-surabaya bolehlah naik dengan percumah
Lagu tentang kereta api yang usia nya sudah puluhan tahun sampai kini masih sering dinyayikan anak-anak maupun orang dewasa yang sudah menjadi orang tua. Artinya apa? Lagu ataupun alat transportasi masih memiliki daya tarik yang dapat membangkitkan nostalgia.
Tersisih oleh Travel
Sejenak marilah kita retrospeksi ke belakang. Mengapa transportasi kereta api terheti dan cenderung kurang diminati. Bahkan, kereta api parahyangan jurusan bandung-jakarta harus berhenti beroperasi lanataran sepinya penumpang. Sebab-sebab turunya minat penumpang berangkali karena beberapa hal, seperti menjamunya agen-agen biro perjalanan jarak pendek jakarta-bandung.
Kebanyakan orang lebih menyenangi naik travel lantaran cepat. Jarak bandung-jakarta yang bisa di tempuh dengan kereta api kurang lebih 4 jam, hanya di tempuh dalam tempo 2jam dengan travel. Seperti ingin “membabat” habis lahan kereta api, biro travel menambah armada dan membuka jalur-jalur baru. Bahkan sampai ke wilayah JABODETABEKJUR (jakarta-bogor-depok-tangerang-bekasi-cianjur).
Luar dalam kereta api
Mungkin masih teringan oleh kita yang dahulu pernah naik kereta api Bandung- jakarta atau jurusan lain. Meskipun kita membeli tiket eksekutif, sesungguhnya kita masih satu lokomitif dengan orang yang membeli tiket bisnis, hanya terpisah gerbong. Keculi, kereta bisinis yang memamng ada kerenya sendiri.
Orang yang naik kereta api pasti tahu bawah di dalam gerbong nyaris tidak tersedia pendingan udara dan tempat duduk yang layak serta penerangan listrik yang buruk. Penumpang dan pedangang bersileweran. Jendela kaca banyak yang pecah di karenakan di lempar batu oleh anak-anak yang iseng.
Kadang kira bertanya bagaimana cara PT KA selaku pelaksana utama bidang transportasi kereta api indonesia. Kenapa kereta api belum juga menunjukan perbaikan di tambah kagi tingginya angka kecelakaan tabrakan kereta api dengan kereta api.
http://www.anneahira.com/kereta-api-indonesia.htm
maaf saya kehabisa bahan cerita, jadi saya sedikit mencari di google, ini menceritakan tentang Budaya Anggota TNI Naik Kereta Api
Tanggal 23 Januari 2009, DAOP 3 Cirebon melaksanakan PS Stasioner di sta. Cirebonprujakan dan sta. Cirebon. Di sta. Cirebonprujakan dilakukan pemeriksaan untuk KA Matarmaja, KA Brantas, KA Tegal Arum, KA Kertajaya dan KA Tawangjaya sedangkan di sta. Cirebon dilakukan pemeriksaan KA-KA kelas Eksekutif, Bisnis dan Ekonomi lainnya.
Kembali yang menjadi masalah adalah penumpang “oknum” anggota TNI yang berjumlah lebih dari 60 orang. Mereka tetap tidak mau membayar harga sesuai tarif resmi yaitu tarif anak namun mereka juga “ngotot” tidak mau diturunkan. Akhirnya adu argumentasi dengan “cekcok mulut” pun terjadi yang sempat menjadi tontonan beberapa penumpang sipil.
Seperti biasa terjadi karena merasa kalah “jumlah”, kalah “otot” dan kalah “mental” akhirnya petugas PS memberi kelonggaran agar membayar sebatas kemampuan anggota TNI dimaksud yang dikolektifkan kepada seorang “kordinator”. Total uang terkumpul kemudian dibuatkan beberapa karcis suplisi. Dari pengamatan selama mereka mengumpulkan uang didapat kesimpulan kemampuan membayar karcis kereta api berkisar antara 3.000 – 5.000 rupiah. Selesai, kasus ditutup.
Kebiasaan yang sudah membudaya di kalangan anggota TNI ketika naik kereta api seperti ini sudah terjadi sejak jaman “Orde Baru” berkuasa. Saat ini walaupun jaman sudah berubah ke “Orde Reformasi” masih tetap budaya tersebut tidak berubah. Alasan yang muncul dalam argumentasi juga sama yaitu “gaji anggota TNI kecil dan tidak cukup untuk pulang pergi seminggu sekali mengunjungi keluarga di kampung”.
Bagi petugas PS hal ini menjadi suatu hal yang dilematis yaitu mereka harus menegakkan peraturan tetapi disisi lain merekapun tidak mau “konyol” karena dikeroyok oknum anggota TNI. Pengalaman telah membuktikan kasus petugas PS yang babak belur dipukuli oknum anggota TNI tanpa ada proses hukum lanjutan apalagi santunan dari perusahaan. Pengalaman-pengalaman ini membuat cara penanganan oknum anggota TNI yang bermasalah ketika naik kereta api “dipaksa” menjadi lebih “bijaksana”.
Yang lebih membuat dongkol dan sakit hati sebenarnya adalah sikap mereka yang seakan-akan “menggampangkan” dan “meremehkan” peraturan naik kereta api. Jika naik kereta api mereka cukup membayar 3.000 – 5.000 rupiah tetapi mereka mampu membeli “minuman kalengan” yang harganya lebih dari 5.000 rupiah sambil berbicara dengan HP yang sangat bagus dan tentu saja harganya mahal.
Permasalahan ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan pegawai kereta api dan sudah merasa bosan tiap kali harus menghadapi kasus yang sama. Di pihak TNI sendiri belum ada tindakan konkret untuk mendisiplinkan anggotanya agar membeli karcis jika naik kereta api sedangkan di pihak PT KA sendiri belum pernah menindak petugas kondektur yang mau menerima uang sekedarnya dari oknum anggota TNI bahkan dianggap suatu penghasilan tambahan.
Jalan keluar yang saat ini dilakukan adalah bekerja sama dengan pihak POMAD, POMAL atau POMAU untuk menindak oknum anggota TNI yang nakal tersebut tetapi tidak mencapai hasil yang memuaskan atau tidak merubah pola perilaku oknum anggota TNI maupun petugas PT KA. Setiap kasus diselesaikan dengan jalan “damai” atau “bijaksana” walaupun kebijaksanaan tersebut jelas melanggar peraturan yang berlaku.
Jika kalangan elit PT KA dan TNI mau menyediakan waktu untuk membicarakan permasalahan ini secara tuntas dengan memandang dari berbagai sudut kepentingan masing-masing pihak dan mengambil sisi positif dari permasalahan ini maka ada beberapa alternatif jalan keluar yang cukup baik, antara lain :
- Menerapkan tarif yang lebih murah kepada anggota TNI misalnya 50% dari tarif umum (semua kelas) tanpa tempat duduk (karcis berdiri) dengan tempat pembelian karcis di kesatuan masing-masing. Sebagai insentif maka 5% – 10% dari hasil penjualan karcis khusus TNI tersebut diberikan kepada pihak TNI untuk biaya operasional melakukan pemeriksaan serentak di atas kereta api oleh petugas khusus TNI (POMAD, POMAL, POMAU) pada hari-hari tertentu terhadap petugas TNI yang melanggar disiplin kesatuan atau melanggar ketentuan naik kereta api. Setiap anggota TNI yang memiliki karcis khusus tersebut harus berpakaian seragam dalam kereta api dan menunjukkan kartu anggota TNI jika diminta oleh kondektur.
- Menyediakan loket khusus anggota TNI di tiap stasiun besar yang dilayani oleh anggota TNI yang ditunjuk (jika perlu dari pihak POMAD, POMAL, POMAU) yang menjual karcis dengan tarif khusus di atas. Keuntungannya adalah jika sewaktu-waktu PT KA membutuhkan tenaga bantuan POMAD, POMAL atau POMAU untuk menindak oknum anggota TNI yang melanggar peraturan maka tenaga telah tersedia di tiap stasiun.
Dengan cara tersebut di atas kemungkinan besar oknum anggota TNI yang selama ini membayar sekedarnya di atas kereta api kepada kondektur akan memilih membeli karcis di loket khusus daripada harus dikejar-kejar dan dikenakan sanksi oleh POMAD, POMAL atau POMAU. Pemberian insentif 5% – 10% kepada pihak TNI tidak akan merugikan pihak PT KA mengingat bahwa selama ini banyak kebocoran akibat ulah oknum anggota TNI dan kondektur bahkan jika tertangkap oleh petugas PS sekalipun biasanya hanya dikenakan tarif 33% (biasanya 1 karcis berlaku untuk 3 orang anggota TNI).
Jika ada peraturan semacam itu maka tidak akan terjadi lagi “kordinator-kordinator” yang mengumpulkan uang dari oknum anggota TNI untuk dibagi-bagikan kepada petugas kondektur atau awak kereta api lainnya. Penanganan oknum semacam itu pun menjadi semakin mudah tanpa harus dengan “sengaja” melanggar peraturan untuk “mencari aman” atau “gimana enaknya”.
Melanggar peraturan untuk memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah tetap disebut “pelanggaran”. Jika “pelanggaran” ini kemudian menjadi suatu “kebiasaan” dan berkembang menjadi “budaya” (saat ini sudah menjadi budaya) maka hanya satu jalan keluar untuk menghilangkan “budaya” tersebut yaitu “melegalkan” budaya tersebut agar tidak disebut “pelanggaran” lagi.
Untuk “melegalkan budaya pelanggaran” agar tercipta situasi dan kondisi saling menguntungkan pihak-pihak yang selama ini dirugikan harus dilakukan musyawarah pihak-pihak terkait tersebut.
Ada juga tanggepan dari seseorang tentang kebudayaan anggota TNI naik kereta api.
Dari PROGO :
Ya begitu kalo sisa 2 orde baru masih melekat mentang2 aparat apa mereka ngak mereka tuh mikir gaji, seragam, senjata semua dari uang rakyat.
Seperti kejadian di stasiun surabaya kalo ngak salah udah nagk beli karcir menganiaya kondekture ee langsung oknum aparat tersebut di keroyok massa yang jengkel lihat ulah iknum aparat.
http://argojati.wordpress.com/2009/01/30/budaya-anggota-tni-naik-kereta-api/
Sekian dlu cerita dari saya Terima kasih banyak ^_^
0 komentar:
Posting Komentar