Hubungan PSSI Dengan Kekalahan Timnas dan Pengaruhnya ke Suporter
Ketua Umum PSSI Nurdin Halid menyatakan, dia siap dikritik. Namun, ia meminta agar tidak ada penghinaan. “PSSI didirikan sebagai alat perjuangan bangsa. Kritikan boleh, tapi bukan menghina dan menghujat,” kata Nurdin, dalam acara Rembuk Sepakbola Nasional (RSN), di Hotel Shangri-La, Minggu (28/3/2010).
Kritik berbeda dengan hujatan. Kritik dibangun dalam suasana kekeluargaan dan saling membangun. Sementara hujatan dan hinaan justru memunculkan ketidakkompakan. Nurdin lantas menyitir terjemah ayat suci Al Quran, dalam surat Al Maidah ayat 8. “Jangan karena kebencian pada seseorang atau suatu kaum, engkau menjadi bersikap tidak adil,” katanya.
Nurdin meminta semua pihak untuk bersikap objektif. “Janganlah karena kalah lawan Laos (dalam Sea Games), seolah-olah PSSI tidak bekerja semua. Sepakbola tidak boleh diukur dari jumlah gol,” katanya.
Nurdin mengakui, prestasi sepakbola tim nasional masih belum memuaskan. Ada banyak faktor yang memengaruhi. Dari sisi infrastuktur seperti lapangan bola saja, Indonesia tak memenuhi syarat. Anggaran untuk PSSI dari APBN pun hanya Rp 125 juta. Kalah jauh dibandingkan asosiasi sepakbola Qatar yang mendapat anggaran Rp 3 triliun, atau asosiasi sepakbola Thailand yang memeroleh Rp 500 miliar.
Namun, di tengah segala keterbatasan, menurut Nurdin, PSSI masih mencetak keberhasilan. “Indonesia berada di rangking 8 dari 42 negara di Asia dari aspek kompetisi profesional,” katanya.
Nurdin menampik anggapan kerusuhan penonton maupun dugaan kasus suap dijadikan barometer wajah prestasi sepakbola Indonesia. “Di Argentina, kerusuhan sering terjadi. Artinya, ada konsep kompetisi profesional dan amatir sebagai industri, namun masih ada kelemahan. Kalau memang ada yang berteriak PSSI sangat kotor, maka kita sudah sepakat (oknum) yang kotor itu dipidanakan,” katanya.
untuk mendukung TimNas sangatlah besar, tapi sangat disayangkan banyak kejadian-kejadian yang sebenarnya tidak perlu terjadi yang mengakibatkan insiden-insiden yang seharusnya tidak perlu.
kesalahan ini di akibatkan kurangnya loket-loket tiket penjualan, yang mengakibatkan tidak seimbangnya antara penjual tiket dengan para pembelinya. Kalau sudah begini, Siapa yang harus disalahkan?? PSSI kah? atau para suporter tersebut. Kalau menurut saya sendiri yang patut disalahkan adalah pengurus PSSI yang tidak becus mengurus pengadaan tiket Piala AFF 2010 tersebut, seharusnya mereka bisa menanganinya dengan baik, dan menurut saya harga tiket pun terlalu besar naiknya. PSSI tidak melihat kondisi perekonomian rakyat Indonesia yang boleh dibilang "kurang", saya tidak mengerti tujuan dari kenaikan harga tiket sendiri, Apa PSSI mencari keuntungan dari semua ini?? kalo memang itu tujuannya sungguh sangat di sayangkan sekali tindakan mereka yang seperti itu.